4 Fakta sejarah tentang RA Kartini
Siapa yang tidak kenal dengan Pahlawan wanita asal Jepara, Raden Ajeng Kartini. Dia dikenal dengan sebagai pahlawan yang memperjuangkan kaum wanita, meski menempuh banyak tantangan oleh keluarga dan lingkungannya.
Setiap tanggal 21 April selalu diperingati sebagai Hari Kartini, ini merupakan wujud penghargaan Negara kepada pahlawan yang selalu memperjuangkan kesetaraan antara kaum pria dan wanita. Pada Hari Kartini, merdeka.com merangkum fakta menarik terkait RA Kartini yang perlu diketahui:
1. Pandai bahasa Belanda
Seperti perempuan pada zaman dahulu lainnya, Kartini juga mendapatkan kesulitan untuk bersekolah. Orang tuanya mengharuskan Kartini menimba ilmu hanya sampai sekolah dasar karena harus dipingit tetapi karena tekad bulat Kartini untuk mencapai cita-citanya.
Kartini mulai mengembangkan dengan belajar menulis dan membaca bersama teman sesama perempuannya, saat itu juga Kartini juga belajar bahasa Belanda. Karena ketekunan dan keuletannya dalam membaca buku dan belajar melalui menulis surat, sampai akhirnya dia mahir berbahasa Belanda.
Surat-surat RA Kartini yang dikirim untuk sahabat penanya banyak yang menggunakan bahasa Belanda yang menceritakan tentang keprihatinan dunia pendidikan di Jawa. Sampai akhirnya surat-surat Kartini dibuat buku yang berjudul 'Habis Gelap Terbitlah Terang'.
2. Tidak menyukai hidup feodal
Kartini merupakan keturunan bangsawan dari darah biru ayahnya, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat yang merupakan Bupati Jepara. Ibunya, Ngasirah cuma seorang selir, karena berasal dari rakyat jelata.
Kartini menilai aturan yang menurutnya tidak masuk akal itu ia sangat benci dengan tata cara hidup feodal atau pedoman Jawa dan meninggalkan kebiasaan itu. Saat itu timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi, karena ia melihat bahwa perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah.
Kartini menilai aturan yang menurutnya tidak masuk akal itu ia sangat benci dengan tata cara hidup feodal atau pedoman Jawa dan meninggalkan kebiasaan itu. Saat itu timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi, karena ia melihat bahwa perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah.
3. Mendirikan sekolah Kartini
Merdeka.com - Perjuangan Kartini tidak berhenti setelah menikah dengan Raden Adipati Djojo Adiningrat, dia beruntung memiliki suami yang selalu mendukung akan cita citanya untuk memperjuangkan pendidikan dan martabat kaum perempuan. Dari situlah Kartini mulai memperjuangkan untuk didirikannya sekolah Kartini pada 1912 di Semarang.
Pendirian sekolah wanita tersebut berlanjut di Surabaya, Jogjakarta, Malang, Madiun, Cirebon. Sekolah Kartini didirikan oleh yayasan Kartini, adapun yayasan Kartini sendiri didirikan oleh keluarga Van Deventer dan Tokoh Politik etis.
Pendirian sekolah wanita tersebut berlanjut di Surabaya, Jogjakarta, Malang, Madiun, Cirebon. Sekolah Kartini didirikan oleh yayasan Kartini, adapun yayasan Kartini sendiri didirikan oleh keluarga Van Deventer dan Tokoh Politik etis.
4. Meninggal di usia sangat muda
Perjuangan Kartini harus selesai di usianya yang terbilang muda, 25 tahun. Dia meninggal karena melahirkan.
Dari hasil pernikahannya dengan Raden Adipati Djojo Adiningrat, Kartini dikaruniai seorang anak laki-laki bernama Soesalit Djojoadhiningrat pada 13 September 1904. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.
Dari hasil pernikahannya dengan Raden Adipati Djojo Adiningrat, Kartini dikaruniai seorang anak laki-laki bernama Soesalit Djojoadhiningrat pada 13 September 1904. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.
Sumber : https://www.merdeka.com/peristiwa/4-fakta-sejarah-tentang-ra-kartini.html
Tidak ada komentar:
Write komentar